Oleh : Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran dan CEO Narasi Institute
HARIANINDONESIA.COM – Akibat abai terhadap isu lingkungan, Indonesia kini menghadapi darurat pengelolaan sampah yang semakin memburuk.
Tempat pembuangan akhir sampah (TPA) di Indonesia Hadapi Darurat Pengelolaan Sampah . (Pixabay.com/
RitaE)
daerah penuh melampaui kapasitas, menyebabkan masalah lingkungan, kebersihan, dan kesehatan yang serius.
ADVERTISEMENT
Baca Juga:
Kasus Dugaan Korupsi NTB Convention Center, Kajati Angkat Bicara Soal Peluang TGB Jadi Tersangka
Pemerintahan Prabowo Hadapi Tantangan dalam Bangun Keercayaan Publik dan Jaga Stabilitas Poliitik
Mensesneg Prasetyo Hadi Tanggapi Indikasi ‘Matahari Kembar’ Saat Para Menteri Sowan ke Jokowi

SCROLL TO RESUME CONTENT
Padahal isu lingkungan, selalu menjadi top mind dari Presiden Jokowi di berbagai forum dunia.
Apakah isu lingkungan hanya ada di Text pidato pengambil kebijakan?
Baca artikel lainnya di sini: Potret Nyata Pengelolaan Sampah Terpadu di Desa BRILiaN Jatihurip Tasikmalaya
Baca Juga:
Gandeng Erajaya, Gerai Minuman Teh Premium Asal Tiongkok ‘Chagee’ Kini Hadir di PIK Avenue Jakarta
Kasus yang terjadi di TPA Piyungan Yogyakarta, yang ditutup sementara karena melebihi kapasitasnya.
TPA ini menyerap sampah dari tiga daerah dan setiap harinya menerima sekitar 630 ton sampah di lahan seluas 12,5 hektar.
Kondisi serupa terjadi di TPA Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat, yang jauh melebihi kapasitas awalnya.
Selain itu, sepuluh provinsi lainnya juga menghadapi masalah overcapacity, dengan total timbulan sampah yang masuk ke TPA mencapai 62,9 juta meter kubik per tahun.
Baca Juga:
Idul Fitri adalah lentera, izinkan membuka tabirnya dengan maaf, agar cahayanya menembus jiwa
2 Orang Warga Negara Tiongkok Jadi Tersangka, Kasus Penyebaran SMS Phishing Melalui BTS Palsu
Melebihi kapasitas tampungan rata-rata sebesar 37,1 juta meter kubik per tahun.
Ada beberapa alasan yang membuat masalah pengelolaan sampah di Indonesia menjadi semakin parah.
Selain implementasi kebijakan yang minim terdapat alasan lain diantaranya adalah;
Pertama, produksi sampah yang terus meningkat dan sulit terkendali.
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Data menunjukkan bahwa timbulan sampah setiap tahun terus bertambah.
Selain itu, sampah yang berasal dari rumah tangga menjadi penyumbang terbesar, menandakan bahwa jumlah penduduk yang besar dan tingkat konsumsi yang tinggi di perkotaan berkontribusi pada masalah ini.
Kedua, pengelolaan sampah yang kurang optimal juga memperparah situasi.
Sampah dan limbah perlu dipilah dan diolah lebih lanjut untuk mendaur ulang dan mengurangi dampak lingkungan.
Sayangnya, pengolahan sampah masih belum mencapai hasil yang maksimal, dan sebagian besar sampah masih berakhir di TPA tanpa didaur ulang.
Untuk mengatasi darurat pengelolaan sampah ini, diperlukan tindakan nyata bukan sekedar pidato dari pengambil kebijakan.
Upaya yang dapat ditempuh antara lain:
Pertama, pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama dalam mengoptimalkan pengurangan, pemilahan, dan pengolahan sampah.
Mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah melalui bank sampah dan mengedukasi tentang pengurangan sampah adalah langkah yang perlu diperkuat dan dipertegas.
Kedua, sektor privat harus dilibatkan dengan menyediakan produk dengan kemasan yang ramah lingkungan, sehingga sampah yang dihasilkan lebih mudah didaur ulang atau diolah.
Ketiga, pemerintah perlu menyediakan fasilitas dan teknologi untuk mengolah sampah di lingkup perumahan.
Sehingga masyarakat dapat mengolah sampahnya secara mandiri di sekitar tempat tinggal.
Selain itu, pemerintah harus terus mendorong program pemanfaatan sampah untuk energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa), waste-to-energy, dan daur ulang sampah.
Situasi saat ini pengelolaan sampah di Indonesia berada dalam titik kritis, dengan banyak TPA yang melebihi kapasitasnya dan produksi sampah yang terus meningkat.
Pemerintah harus menyadari bahwa untuk menghadapi darurat pengelolaan sampah ini, kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor privat menjadi kunci keberhasilan.
Beda dengan saat ini inisiatif pengelolaan sampah kebanyakan berasal dari pemerintah daerah dan komunitas.
Sementara pengambil kebijakan pusat sibuk bicara kendaraan listrik untuk selesaikan masalah lingkungan padahal masalah sampah telah menjadi kritis merusak lingkungan.
Jika semua wilayah sudah over capacity artinya sudah dalam kategori kedaruratan. Hal ini perlu perhatian pemerintah pusat.
Dengan langkah-langkah yang tepat pemerintah pusat melalui optimalisasi pengelolaan sampah dan mendorong pemanfaatan sampah untuk energi terbarukan.
Indonesia dapat mengatasi masalah ini dan melangkah menuju pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan di masa depan.
Tapi apakah pemerintah pusat mendengar saat sibuk dengan cawe-cawe Pilpres dan Pileg 2024?***